Menunggu Surat dari Jerman dan Spanyol

Liv sedang asyik memandangi layar gawainya. Potret-potret kehidupan teman-teman di sosial media yang tidak bisa ia saksikan secara langsung, kini bisa ia saksikan melalui gawainya, dunia maya tapi hal itu memang nyata terjadi. Melihat apa yang teman-temannya lakukan adalah pekerjaan Liv sekarang, kalau ia sedang penasaran, kalau tidak sedang penasaran, ia lebih banyak melakukan kegiatan lain seperti membuat video, menonton film, menulis ataupun membaca buku. Terlalu banyak melihat aktivitas teman-temannya melalui sosial meida, kadang melelahkan, reaksi dari itu semua membuat hatinya bisa bahagia, sedih dan juga dilema. Menguras emosi, kan? Ya, semua tergantung apa yang di-posting oleh teman-temannya.

Sejatinya Liv hanya melihat kegiatan nyata itu dari jauh. Dari tempat ia duduk. Di ranjang empuk dengan selimut yang menutupi kakinya. Disampingnya ada teh hangat yang baru saja ia buat sebelum ia pegang gawainya. Perpaduan udara kamarnya yang dingin dengan teh hangat, seperti yin dan yang, pas.




Ngomong-ngomong, apa kalian pernah dengar ada kata-kata berbunyi seperti ini? "Internet mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat." Apa kalian setuju dengan kata-kata itu?
Liv setuju tapi tidak 100%. Memang benar terkadang jika seseorang sibuk dengan gawainya untuk internetan, ia lupa bahwa ia sedang bersama seseorang di sampingnya yang ia bisa ajak bicara tanpa melalui layar, bisa disentuh secara langsung. Namun, Liv tidak setuju dengan kata-kata mendekatkan yang jauh. Ya, mungkin bisa saja mendekatkan dengan berkomunikasi. Namun, apa jadinya jika seseorang hanya bisa melihat kegiatan orang lain melalui layar tanpa berkomunikasi apapun dengan orang tersebut? Apa internet masih bisa mendekatkan yang jauh? Jika kita hanya melihat tanpa berkomunikasi satu sama-lain?

Liv mencoba menyeruput teh disampingnya sambil meniup-niup kecil. Gawainya tak lepas dari tangannya. Melihat kegiatan teman-temannya terkadang membuat dia lelah. Terkadang terbesit rasa ingin membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Ada beberapa teman yang sudah menginjak suatu fase dalam hidupnya, namun Liv belum menginjak fase itu. Ia bisa langsung bereaksi merasakan sedih. Tapi ia tahu cara mengatasinya, ia akan mengingat-ingat sebuah video yang ia tonton di youtube beberapa tahun lalu, intinya video itu menjelaskan bahwa kesuksesan tidak dapat dijadikan ajang perlombaan. Tiak bisa diukur dengan usia. Seseorang bisa saja sukses pada usia sekian namun ia harus bangkrut atau bahkan meninggal di usia sekian, sedang ada orang yang selalu gagal namun ia diberikan waktu hidup lebih panjang atau bisa lebih sukses di usia muda.

Liv termenung. Pikirannya mengulas kembali hal-hal yang sudah ia lewati.
"Apa aku harus bangga dengan posisiku sekarang?" tanyanya pada diri

"Yang kamu butuhkan itu lebih  banyak bahagia dan menerima juga menjalani, terus berjalan kedepan, kau tahu di depan itu cerah dan kau jangan lupa untuk fokus pada masa sekarang." jawabnya

Matanya sudah mulai tidak kuat menatap gawainya. Mulutnya menguap. Ia menyimpan tehnya kembali ke meja. Merebahkan tubuhnya dan sesekali menutup dan membuka matanya. Berpikir kapan surat dari teman penanya yang di Jerman dan di Spanyol akan datang. Ia memang sedang menunggu surat-surat itu. Ia berharap surat itu sampai pada tangannya dengan selamat.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Hirena's Journey Blog Design by Ipietoon